Review Film The Luncbox (2013)-Terdapat sebuah jasa yang unik di India, jasa yang mengantarkan kebahagiaan kecil dalam rantang bertingkat. Dalam film The Lunchbox, para Ibu rumah tangga membuatkan bekal untuk diantarkan ke kantor suami atau keluarganya.
Melalui derasnya hujan dan padatnya kereta, para pengantar bekal dengan cekatan memberikan bekal yang telah dibuat dengan cinta untuk para pekerja kantoran. Namun bagaimana jika tumpukan bekal yang harus diantarkan malah tertukar?
The Lunchbox berangkat dari pertanyaan tersebut dengan latar belakang kisah romansa yang ingin diangkat. Lupakan romansa meet cute ala film Barat yang terjadi ketika tidak sengaja bertubrukan atau beradu tatapan di sebuah kedai kopi yang lucu. Film India ini justru menawarkan ide yang lebih unik dan lebih manis lagi, jatuh cinta melalui cita rasa, tanpa mata.
Ila, seorang istri yang berusaha untuk menghidupkan kembali kisah kasih bersama suaminya, mengirimkan bekal untuk dikirimkan ke suaminya di kantor. Akan tetapi, bekal tersebut justru jatuh di tangan Saajan, seorang duda yang akan pensiun setelah istrinya meninggal dunia. Bekal yang salah alamat tersebut justru membuat Saajan dan Ila bertukar pesan kecil yang disisipkan di rantang makanan tersebut, hingga pada akhirnya, hubungan dan benih-benih perasaan mulai muncul di antara mereka.
Sutradara serta penulis skenario Ritesh Batra dengan begitu indah menciptakan sebuah kisah cinta yang lain dari yang lain. Pengarahannya begitu natural dan memunculkan nostalgia pada kota Mumbai, sekalipun penonton belum pernah mengunjungi kota yang padat tersebut. Terdapat hal-hal yang melekat dan khas Mumbai yang berhasil ditangkap oleh kamera. Disandingkan dengan kisah romansa yang begitu manis, suasana Mumbai yang begitu ramai rasanya tetap dapat menenangkan hati.
Tidak seperti film Bollywood biasanya, lagu-lagu atau musik yang digunakan dalam The Lunchbox menjadi tambahan yang sangat melengkapi aura Mumbai. Mulai dari lagu anak-anak, lagu yang dinyanyikan oleh warga setempat, hingga nada-nada yang terdengar sangat lokal. Segala bunyi-bunyi tersebut menciptakan pengalaman Mumbai sesungguhnya di tengah budaya yang begitu kaya.
Mendiang Irrfan Khan memang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi keahlian beraktingnya. Bukan hanya film bioskop India, namun ia juga telah sempat membintangi film-film Hollywood seperti Life of Pi (2012).
Caranya bersatu dengan karakter yang ia perankan selalu dapat membuat penonton berdecak kagum. Lalu dalam kasus The Lunchbox, peran Irrfan Khan mampu membuat hati penonton terenyuh dan gundah gulana seperti jatuh cinta kembali untuk pertama kalinya. Melalui gestur-gestur sederhana, Irrfan Khan membawa penonton dalam wujud seorang calon pensiunan yang tengah merasa hidup kembali tanpa ia sangka.
Saajan merupakan karakter yang ditulis dengan sangat baik. Hubungan antarkarakter yang memiliki perbedaan umur jauh biasanya justru nampak seperti predator. Namun dalam hal karakter Saajan, dirinya dibangun dengan latar belakang yang lebih dalam dengan kehidupannya di masa lalu bersama istri pertamanya.
Walau terlihat seperti pekerja kantoran biasa yang kaku seperti robot pada awalnya, seiring film bergulir, Saajan menunjukkan bahwa dirinya juga hanyalah seorang manusia yang dapat merasakan cinta dan melakukan hal-hal spontan karenanya.
Sebagai lawan mainnya, Nimrat Kaur cukup bisa mengimbangi dengan performanya. Tantangan mereka berdua cukup sulit, bagaimana caranya untuk membangun chemistry di antara Ila dan Saajan tanpa pernah berhadapan sekalipun.
Perjuangan Ila untuk memertahankan pernikahannya tentu dapat dimengerti oleh sebagian besar perempuan di dunia ini. Caranya untuk menunjukkan kasih sayang melalui bekal yang ia buat sungguh menyentuh hati siapa pun yang melihatnya. Ditambah dengan posisinya sebagai seorang Ibu yang harus memikirkan anaknya, karakter Ila telah dibuat sama kompleksnya dengan karakter Saajan.
Keduanya memiliki kehidupan mereka masing-masing dengan tantangan dan memori yang memenuhi hari-hari mereka. Namun melalui sebuah rantang bekal, keduanya dapat berbagi kerumitan hidup dan perasaan mereka sehingga melebur menjadi satu.
Tidak heran jika The Lunchbox sempat ditayangkan di festival-festival film terkemuka seperti Cannes Film Festival dan Toronto International Film Festival. Ditambah dengan nominasinya sebagai Film Asing Terbaik di penghargaan BAFTA, memang film satu ini patut mendapatkan segala perhatian yang berhasil didapatkan.
Film ini bukan termasuk film kelas internasional karena berusaha untuk merangkul gaya-gaya perfilman Barat, tetapi justru merangkul budayanya sendiri dan mengemasnya dengan begitu ciamik. Kota Mumbai memang latar yang tepat untuk film ini, seperti bekal yang disiapkan dengan penuh keterburuan, keduanya akan terasa membahagiakan ketika dilalui dengan penuh cinta.
Sumber : THE LUNCHBOX REVIEW: BEKAL TERTUKAR BERISIKAN CINTA
Melalui derasnya hujan dan padatnya kereta, para pengantar bekal dengan cekatan memberikan bekal yang telah dibuat dengan cinta untuk para pekerja kantoran. Namun bagaimana jika tumpukan bekal yang harus diantarkan malah tertukar?
The Lunchbox berangkat dari pertanyaan tersebut dengan latar belakang kisah romansa yang ingin diangkat. Lupakan romansa meet cute ala film Barat yang terjadi ketika tidak sengaja bertubrukan atau beradu tatapan di sebuah kedai kopi yang lucu. Film India ini justru menawarkan ide yang lebih unik dan lebih manis lagi, jatuh cinta melalui cita rasa, tanpa mata.
Ila, seorang istri yang berusaha untuk menghidupkan kembali kisah kasih bersama suaminya, mengirimkan bekal untuk dikirimkan ke suaminya di kantor. Akan tetapi, bekal tersebut justru jatuh di tangan Saajan, seorang duda yang akan pensiun setelah istrinya meninggal dunia. Bekal yang salah alamat tersebut justru membuat Saajan dan Ila bertukar pesan kecil yang disisipkan di rantang makanan tersebut, hingga pada akhirnya, hubungan dan benih-benih perasaan mulai muncul di antara mereka.
Sutradara serta penulis skenario Ritesh Batra dengan begitu indah menciptakan sebuah kisah cinta yang lain dari yang lain. Pengarahannya begitu natural dan memunculkan nostalgia pada kota Mumbai, sekalipun penonton belum pernah mengunjungi kota yang padat tersebut. Terdapat hal-hal yang melekat dan khas Mumbai yang berhasil ditangkap oleh kamera. Disandingkan dengan kisah romansa yang begitu manis, suasana Mumbai yang begitu ramai rasanya tetap dapat menenangkan hati.
Tidak seperti film Bollywood biasanya, lagu-lagu atau musik yang digunakan dalam The Lunchbox menjadi tambahan yang sangat melengkapi aura Mumbai. Mulai dari lagu anak-anak, lagu yang dinyanyikan oleh warga setempat, hingga nada-nada yang terdengar sangat lokal. Segala bunyi-bunyi tersebut menciptakan pengalaman Mumbai sesungguhnya di tengah budaya yang begitu kaya.
Mendiang Irrfan Khan memang sudah tidak perlu dipertanyakan lagi keahlian beraktingnya. Bukan hanya film bioskop India, namun ia juga telah sempat membintangi film-film Hollywood seperti Life of Pi (2012).
Caranya bersatu dengan karakter yang ia perankan selalu dapat membuat penonton berdecak kagum. Lalu dalam kasus The Lunchbox, peran Irrfan Khan mampu membuat hati penonton terenyuh dan gundah gulana seperti jatuh cinta kembali untuk pertama kalinya. Melalui gestur-gestur sederhana, Irrfan Khan membawa penonton dalam wujud seorang calon pensiunan yang tengah merasa hidup kembali tanpa ia sangka.
Saajan merupakan karakter yang ditulis dengan sangat baik. Hubungan antarkarakter yang memiliki perbedaan umur jauh biasanya justru nampak seperti predator. Namun dalam hal karakter Saajan, dirinya dibangun dengan latar belakang yang lebih dalam dengan kehidupannya di masa lalu bersama istri pertamanya.
Walau terlihat seperti pekerja kantoran biasa yang kaku seperti robot pada awalnya, seiring film bergulir, Saajan menunjukkan bahwa dirinya juga hanyalah seorang manusia yang dapat merasakan cinta dan melakukan hal-hal spontan karenanya.
Sebagai lawan mainnya, Nimrat Kaur cukup bisa mengimbangi dengan performanya. Tantangan mereka berdua cukup sulit, bagaimana caranya untuk membangun chemistry di antara Ila dan Saajan tanpa pernah berhadapan sekalipun.
Perjuangan Ila untuk memertahankan pernikahannya tentu dapat dimengerti oleh sebagian besar perempuan di dunia ini. Caranya untuk menunjukkan kasih sayang melalui bekal yang ia buat sungguh menyentuh hati siapa pun yang melihatnya. Ditambah dengan posisinya sebagai seorang Ibu yang harus memikirkan anaknya, karakter Ila telah dibuat sama kompleksnya dengan karakter Saajan.
Keduanya memiliki kehidupan mereka masing-masing dengan tantangan dan memori yang memenuhi hari-hari mereka. Namun melalui sebuah rantang bekal, keduanya dapat berbagi kerumitan hidup dan perasaan mereka sehingga melebur menjadi satu.
Tidak heran jika The Lunchbox sempat ditayangkan di festival-festival film terkemuka seperti Cannes Film Festival dan Toronto International Film Festival. Ditambah dengan nominasinya sebagai Film Asing Terbaik di penghargaan BAFTA, memang film satu ini patut mendapatkan segala perhatian yang berhasil didapatkan.
Film ini bukan termasuk film kelas internasional karena berusaha untuk merangkul gaya-gaya perfilman Barat, tetapi justru merangkul budayanya sendiri dan mengemasnya dengan begitu ciamik. Kota Mumbai memang latar yang tepat untuk film ini, seperti bekal yang disiapkan dengan penuh keterburuan, keduanya akan terasa membahagiakan ketika dilalui dengan penuh cinta.
Sumber : THE LUNCHBOX REVIEW: BEKAL TERTUKAR BERISIKAN CINTA
0 Comments:
Posting Komentar